Perkecambahan Menurut Elisa (2006), perkecambahan adalah proses pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di dalam biji yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Selama proses pertumbuhan dan pemasakan biji, embryonic axis juga tumbuh. Secara visual dan morfologis, suatu biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya radikel atau plumula yang menonjol keluar dari biji. Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Pada tanaman, tahapan dalam perkecambahannya terdiri dari: Proses penyerapan air atau imbibisi berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma. Hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel di-imbibisi oleh air, maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernapasan. Sebaliknya CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah mendifusi keluar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air oleh biji yaitu: permeabilitas kulit biji, konsentrasi air, suhu, luas permukaan biji yang kontak dengan air, daya intermolekuler. Biji yang ditempatkan pada suatu lingkungan yang basah maka molekul air yang ada di luar akan mulai berdifusi ke dalam biji. Ketika molekul itu sudah berhasil melalui selaput pembungkus biji sebagian diantaranya ada yang diserap sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa imbibisi (peristiwa penyerapan air ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya akan mengembang). Sedangkan molekul air yang lainnya akan berpindah melalui membran sitoplasma yang permeabel dengan cara osmosis menuju vakuola sel-sel hidup yang ada dalam biji sehingga dari sinilah awal biji dapat berkecambah (Ferry and Ward, 1959). Perkecambahan merupakan bagian yang sangat penting dari siklus hidup tumbuhan berbiji. Hasil perkecambahan adalah pertumbuhan calon akar dan calon tunas. Secara visual dan morfologis suatu biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan akar dan daun yang menonjol keluar dari biji (Kamil, 1992). Rangkaian proses-proses fisiologis yang berlangsung pada perkecambahan adalah (1) penyerapan air secara imbibisi dan osmose, (2) pencernaan atau pemecahan senyawa menjadi bermolekul lebih kecil, sederhana, larut dalam air dan dapat diangkut, (3) pengangkutan hasil pencernaan, (4) asimilasi atau penyusunan kembali senyawa hasil pencernaan, (5) pernafasan atau respirasi yang merupakan perombakan cadangan makanan, dan (6) pertumbuhan pada titik-titik tumbuh (Kamil, 1992). Proses-proses perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan faktor-faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya dan suhu. Air berperan dalam melunakkan kulit biji, memfasilitasi masuknya O2, dan alat transportasi makanan. Cahaya merupakan sumber energi pada perkecambahan yang dapat mempengaruhi perangsangan dan percepatan proses pertumbuhan kecambah. Suhu berperan pada tingkat kecukupan oksigen dalam perkecambahan. Pada suhu tinggi, O2 tidak mencukupi untuk perkecambahan ketika suhu diturunkan, O2 menjadi tercukupi. O2 dibutuhkan pada proses oksidasi untuk membentuk energi perkecambahan. Udara di alam yang mengandung 20% O2 sudah membantu perkecambahan karena proses perkecambahan hanya butuh 0,3% O2 (Kamil, 1992). Aktivasi enzim terjadi setelah benih berimbibisi dengan cukup. Enzim-enzim yang teraktivasi pada proses perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik seperti α-amilase yang merombak amylase menjadi glukosa, ribonuklease yang merombak ribonukleotida, endo-β-glukanase yang merombak senyawa glukan, fosfatase yang merombak senyawa yang mengandung P, lipase yang merombak senyawa lipid, peptidase yang merombak senyawa protein. Proses ini terjadi setelah semua proses imbibisi, aktivasi enzim, dan katabolisme cadangan makanan berjalan. Proses ini ditandai oleh meningkatnya bobot kering embryonic axis,dan menurunnya bobot kering endosperma. Munculnya radikel adalah tanda bahwa proses perkecambahan telah sempurna. Proses ini akan diikuti oleh pemanjangan dan pembelahan sel-sel. Proses pemanjangan sel ada dua fase yakni; fase 1 (fase lambat) dimana pemanjangan sel tidak diikuti dengan penambahan bobot kering dan fase 2 (fase cepat), yang diikuti oleh penambahan bobot segar dan bobot kering. Kecambah mulai mantap setelah ia dapat menyerap air dan berfotosintesis (autotrof). Semula, ada masa transisi antara masih disuplai oleh cadangan makanan sampai mampu autotrof. Saat autotrof dicapai proses perkecambahan telah sempurna. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkecambahan Tanaman Faktor internal yang mempengaruhi proses perkecambahan adalah : Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai, tidak mempunyai viabilitas tinggi. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio yang belum sempurna. Di dalam jaringan penyimpanannya, benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang kecil, mungkin pula embrionya lebih besar. Suatu benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenarnya viabel (hidup) tetapi tidak mau berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahannya. Tipe dormansi pada adalah after ripening. Tidak semua hormon tumbuhan (fitohormon) bersifat mendukung proses perkecambahan, adapula beberapa fitohormon yang menghambat proses perkecambahan. Fitohormon yang berfungsi merangsang pertumbuhan perkecambahan antara lain : Auksin, yang berperan untuk : Mematahkan dormansi biji dan akan merangsang proses perkecambahan biji. Perendaman biji dengan auksin dapat membantu menaikkan kuantitas hasil panen serta dapat memacu proses terbentuknya akar. Giberelin, yang berperan dalam mobilisasi bahan makanan selama fase perkecambahan. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperma. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Peran giberelin diketahui mampu meningkatkan aktivitas enzim amilase. Sitokinin, yang akan berinteraksi dengan giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi biji. Selain itu, sitokinin juga mampu memicu pembelahan sel dan pembentukan organ. Fitohormon yang berfungsi sebagai penghambat perkecambahan antara lain : Etilene, yang berperan menghambat transportasi auksin secara basipetal dan lateral. Adanya etilen dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi auksin dalam jaringan. Meskipun begitu, pada tanaman, etilene juga mampu menstimulasi perpanjangan batang, koleoptil dan mesokotil. Asam absisat (ABA), yang bersifat menghambat perkecambahan dengan menstimulasi dormansi benih. Selain itu, asam absisat akan menghambat proses pertumbuhan tunas. Faktor Eksternal yang mempengaruhi proses perkecambahan adalah : Air salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Fungsi air pada perkecambahan biji antara lain; Air yang diserap oleh biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma hingga kulit biji pecah atau robek. Air juga berfungsi sebagai fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji melalui dinding sel yang di-imbibisi oleh air sehingga gas dapat masuk ke dalam sel secara difusi. Selain itu, air juga berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan sejumlah proses fisiologis dalam embrio seperti pencernaan, pernapasan, asimilasi dan pertumbuhan. Proses-proses tersebut tidak akan berjalan secara normal, apabila protoplasma tidak mengandung air yang cukup. Air juga Sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperma kepada titik tumbuh pada embryonic axis, yang mana diperlukan untuk membentuk protoplasma baru. Temperatur merupakan syarat penting yang kedua bagi perkecambahan benih. Tetapi ini tidak bersifat mutlak sama seperti kebutuhan terhadap air untuk perkecambahan, dimana biji membutuhkan suatu level hydration minimum yang bersifat khusus untuk perkecambahan. Dalam proses perkecambahan dikenal adanya tiga titik suhu kritis yang berbeda yang akan dialami oleh benih. Dan tiga titik suhu kritis tersebut dikenal dengan istilah suhu cardinal yang terdiri atas pertama, suhu minimum, yakni suhu terkecil dimana proses perkecambahan biji tidak akan terjadi selama periode waktu perkecambahan. Bagi kebanyakan benih tanaman, termasuk kisaran suhu minimumnya antara 0 – 5oC. Jika benih berada di tempat yang bersuhu rendah seperti itu, maka kemungkinan besar benih akan gagal berkecambah atau tetap tumbuh namun dalam keadaan yang abnormal. Kedua, suhu optimum yakni suhu dimana kecepatan dan persentase biji yang berkecambah berada pada posisi tertinggi selama proses perkecambahan berlangsung. Temperatur ini merupakan temperatur yang menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan benih. Suhu optimum berkisar antara 26,5 – 35oC. Serta yang ketiga adalah suhu maksimum, yakni suhu tertinggi dimana perkecambahan masih mungkin untuk berlangsung secara normal. Suhu maksimum umumnya berkisar antara 30 – 40oC. Suhu diatas maksimum biasanya mematikan biji, karena keadaan tersebut menyebabkan mesin metabolisme biji menjadi non aktif sehingga biji menjadi busuk dan mati. Faktor oksigen berkaitan dengan proses respirasi. Pada saat perkecambahan berlangsung, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida, air dan energi yang berupa panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih. Perkecambahan biji dipengaruhi oleh komposisi udara sekitarnya. Umumnya biji akan berkecambah pada kondisi udara yang mengandung 20% O2 dan 0,03% CO2 memiliki kemampuan untuk berkecambah pada keadaan yang kurang oksigen. Biji dapat berkecambah baik di tempat dengan kelembaban tinggi, bahkan bisa berkecambah 4 – 5 cm di bawah permukaan air, hanya saja yang lebih dahulu akan keluar bukan radikel melainkan plumulanya. 4. Cahaya Hubungan antara pengaruh cahaya dan perkecambahan benih dikontrol oleh suatu sistem pigmen yang dikenal sebagai fitokrom, yang tersusun dari chromophore dan protein. Chromophore adalah bagian yang peka pada cahaya. Fitokrom memiliki dua bentuk yang sifatnya reversible (bolak-balik) yaitu fitokrom merah yang mengabsorbsi sinar merah dan fitokrom infra merah yang mengabsorbsi sinar infra merah. Bila pada benih yang sedang berimbibisi diberikan cahaya merah, maka fitokrom merah akan berubah menjadi fitokrom infra merah, yang mana menimbulkan reaksi yang merangsang perkecambahan. Sebaliknya bila diberikan cahaya infra merah, fitokrom infra merah akan berubah menjadi fitokrom merah yang kemudian menimbulkan reaksi yang menghambat perkecambahan. Dalam keadaan tanpa cahaya, dengan adanya oksigen dan temperatur yang rendah, proses perubahan itu akan berlangsung lambat. Pada keadaan di alam, cahaya merah mendominasi cahaya infra merah sehingga pigmen fitokrom diubah ke bentuk fitokrom infra merah yang aktif.
Custom Search
anatomy - histology - veterinary - cells - biotechnology
Perkecambahan
Proses penyerapan air (imbibisi)
Aktivasi enzim
Inisiasi pertumbuhan embrio
Munculnya radikel
Pemantapan kecambah
Faktor Internal
Kemasakan benih
Ukuran benih
Dormansi
Hormon
Faktor Eksternal
Air
Temperatur
Oksigen
Label: ftp
Custom Search