Custom Search
anatomy - histology - veterinary - cells - biotechnology

Artikel tentang Bayam

Prolog :

The spinach was the vegetables crop that was known by the name of scientific Amaranthus spp. Said "amaranth" in significant Greek "everlasting" (eternal). The spinach crop came from the American area the tropics. The spinach crop was originally known as plants decorated. In the further development. The spinach crop was promoted as the source foodstuff of protein, especially for developing countries. Suspected the spinach crop entered Indonesia in the XIX age when the trade traffic in the country outsider entered the Indonesian territory.

The centre of planting of the spinach in Indonesia was West Java (4.273 hectare), Central Java (3.479 hectare), and East Java (3.022 hectare). The other province was in the range of the harvest of the area between 13.0-2.376 hectare. In Indonesia the total area of the spinach harvest reached 31.981 hectare or occupied the 11th place from 18 commercial vegetables kinds that were cultivated and produced by Indonesia. The national spinach product as big as 72.369 ton or in general 22,63 kuintal per hectare.

I. UMUM

1.1. Sejarah Singkat
Bayam merupakan tanaman sayuran yang dikenal dengan nama ilmiah Amaranthus spp. Kata "amaranth" dalam bahasa Yunani berarti "everlasting" (abadi). Tanaman bayam berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman bayam semula dikenal sebagai tumbuhan hias. Dalam perkembangan selanjutnya. Tanaman bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber protein, terutama untuk negara-negara berkembang. Diduga tanaman bayam masuk ke Indonesia pada abad XIX ketika lalu lintas perdagangan orang luar negeri masuk ke wilayah Indonesia.

1.2. Sentra Penanaman
Pusat penanaman bayam di Indonesia adalah Jawa Barat (4.273 hektar), Jawa Tengah (3.479 hektar), dan Jawa Timur (3.022 hektar). Propinsi lainnya berada pada kisaran luas panen antara 13.0-2.376 hektar. Di Indonesia total luas panen bayam mencapai 31.981 hektar atau menempati urutan ke-11 dari 18 jenis sayuran komersial yang dibudidayakan dan dihasilkan oleh Indonesia. Produk bayam nasional sebesar 72.369 ton atau rata-rata 22,63 kuintal per hektar.

1.3. Jenis Tanaman
Keluarga Amaranthaceae memiliki sekitar 60 genera, terbagi dalam sekitar 800 spesies bayam (Grubben, 1976). Dalam kenyataan di lapangan, penggolongan jenis bayam dibedakan atas 2 macam, yaitu bayam liar dan bayam budidaya. Bayam liar dikenal 2 jenis, yaitu bayam tanah (A. blitum L.) dan bayam berduri (A. spinosus L.). Ciri utama bayam liar adalah batangnya berwarna merah dan daunnya kaku (kasap).

Jenis bayam budidaya dibedakan 2 macam, yaitu:

  1. Bayam cabut atau bayam sekul alias bayam putih (A. tricolor L.). Ciri-ciri bayam cabut adalah memiliki batang berwarna kemerah-merahan atau hijau keputih-putihan, dan memilki bunga yang keluar dari ketiak cabang. Bayam cabut yang batangnya merah disebut bayam merah, sedangkan yang batangnya putih disebut bayam putih.

  2. Bayam tahun, bayam skop atau bayam kakap (A. hybridus L.). Ciri-ciri bayam ini adalah memiliki daun lebar-lebar, yang dibedakan atas 2 spesies yaitu:

    1. A. hybridus caudatus L., memiliki daun agak panjang dengan ujung runcing, berwarna hijau kemerah-merahan atau merah tua, dan bunganya tersusun dalam rangkaian panjang terkumpul pada ujung batang.

    2. A. hibridus paniculatus L., mempunyai dasar daun yang lebar sekali, berwarna hijau, rangkaian bunga panjang tersusun secara teratur dan besar-besar pada ketiak daun.

Varietas bayam unggul ada 7 macam yaitu; varietas Giri Hijau, Giti Merah, Maksi, Raja, Betawi, Skop, dan Hijau. Sedangkan beberapa varietas bayam cabut unggul adalah Cempaka 10 dan Cempaka 20.

1.4. Manfaat Tanaman

Bayam merupakan bahan sayuran daun yang bergizi tinggi dan digemari oleh semua lapisan masyarakat. Daun bayam dapat dibuat berbagai sayur mayur, bahkan disajikan sebagai hidangan mewah (elit). Di beberapa negara berkembang bayam dipromosikan sebagai sumber protein nabati, karena berfungsi ganda bagi pemenuhan kebutuhan gizi maupun pelayanan kesehatan masyarakat.

Manfaat lainnya adalah sebagai bahan obat tradisional, dan juga untuk kecantikan. Akar bayam merah dapat digunakan sebagai obat penyembuh sakit disentr. Daun dan bunga bayam duri berkhasiat untuk mengobati penyakit asma dan eksim. Bahkan sampai batas tertentu, bayam dapat mengatasi berbagai jenis penyakit dalam. Untuk tujuan pengobatan luar, bayam dapat dijadikan bahan kosmetik (kecantikan). Biji bayam digunakan untuk bahan makanan dan obat-obatan. Biji bayam dapat dimanfaatkan sebagai pencampur penyeling terigu dalam pembuatan roti atau dibuat bubur biji bayam. Ekstrak biji bayam berkhasiat sebagai obat keputihan dan pendarahan yang berlebihan pada wanita yang sedang haid.

II. SYARAT PERTUMBUHAN

2.1. Iklim

  1. Keadaan angin yang terlalu kencang dapat merusak tanaman bayam khususnya untuk bayam yang sudah tinggi. Kencangnya angin dapat merobohkan tanaman.

  2. Karena tanaman bayam cocok ditanam di dataran tinggi maka curah hujannya juga termasuk tinggi sebagai syarat pertumbuhannya. Curah hujannya bisa mencapai lebih dari 1.500 mm/tahun.

  3. Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan akan sinar matahari untuk tanaman bayam cukup besar. Pada tempat yang terlindungi (ternaungi), pertumbuhan bayam menjadi kurus dan meninggi akibat kurang mendapat sinar matahari penuh.

  4. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman bayam berkisar antara 16-20 derajat C.

  5. Kelembaban udara yang cocok untuk tanaman bayam antara 40-60%.

2.2. Media Tanam

  1. Tanaman bayam menghendaki tanah yang gembur dan subur. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman bayam adalah yang penting kandungan haranya terpenuhi.

  2. Tanaman bayam termasuk peka terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas 7 (alkalis), pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih kekuning-kuningan (klorosis). Sebaliknya pada pH di bawah 6 (asam), pertumbuhan bayam akan merana akibat kekurangan beberapa unsur. Sehingga pH tanah yang cocok adalah antara 6-7.

  3. Tanaman bayam sangat reaktif dengan ketersediaan air di dalam tanah. Bayam termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhannnya. Bayam yang kekurangan air akan terlihat layu dan terganggu pertumbuhannya. Penanaman bayam dianjurkan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau.

  4. Kelerengan lahan untuk budidaya tanaman bayam adalah sekitar 15-45 derajat.

2.3. Ketinggian Tempat
Dataran tinggi merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bayam. Ketinggian tempat yang baik yaitu ±2000 m dpl.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan

3.1.1. Persyaratan Benih
Benih/biji yang baik untuk bertanam bayam adalah dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) berasal dari induk yang sehat,
b) bebas dari hama/penyakit,
c) daya kecambah 80 prosen, dan
d) memiliki kemurnian benih yang tinggi.

Disamping persyaratan seperti yang disebutkan diatas, benih/bibit yang digunakan kalau bisa merupakan benih unggul agar nantinya tahan terhadap hama dan penyakit.

3.1.2. Penyiapan Benih
Benih Bayam sayur yang ditanam petani kebanyakan swadaya dari tanaman terdahulu yang sengaja dibiarkan tumbuh terus untuk produksi biji. Keperluan benih untuk lahan 1 hektar berkisar antara 5-10 kg, atau 0,5-1,0 gram per m2 luas lahan. Biji dipanen pada waktu musim kemarau dan hanya dipilih tandan yang sudah tua (masak). Tandan harus dijemur beberapa hari, kemudian biji dirontokkan dari tandan dan dipisahkan dari sisa-sisa tanaman. Untuk memproduksi bibit bagi satu hektar kebun yang berisi 25000-40000 tanaman, kemungkinan dibutuhkan sekitar 1-2 kg benih.

3.1.3. Teknik Penyemaian Benih
Lahan untuk pembibitan dipilih yang lebih tinggi dari sekitarnya dan bebas dari hama dan penyakit tanaman maupun gulma. Pembibitan diberi atap plastik atau atap jerami padi. Benih bayam disebar merata atau berbaris-baris pada tanah persemaian dan ditutup dengan selapis tanah tipis.

3.1.4. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
Dalam pemeliharaan benih/bibit perlu dilakukan penyiraman dengan teratur dan hati-hati. Tanah yang digunakan juga perlu dipupuk agar kesuburannya tetap terjaga. Pupuk yang digunakan sebaiknya pupuk kandang. Setelah bibit tumbuh dan ada benih yang terserang hama/penyakit maka perlu disemprot dengan pestisida dengan dosis rendah.

3.1.5. Pemindahan Bibit
Setelah bibit tumbuh berumur sekitar 7-14 hari, bibit dipindah-tanam ke dalam pot-pot yang terbuat daun pisang atau kantong plastik es mambo yang sebelumnya telah diisi dengan medium tumbuh campuran tanah dan pupuk organik yang halus (1:1). Bibit dalam pot disiram teratur dan setelah berumur sekitar 7-14 hari setelah dipotkan, bibit tersebut telah siap untuk dipindah-tanam ke lapangan.

3.2. Pengolahan Media Tanam

3.2.1. Persiapan
Sebelum pengolahan lahan dilakukan perlu diketahui terlebih dahulu pH tanah yang sesuai yaitu antara 6-7 sehingga perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan pH-meter. Selanjutnya menganalisis tanah yang cocok untuk tanaman bayam, apakah perlu dilakukan pemupukan atau tidak. Kapan tanaman akan ditanam dan sebaiknya pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau. Berapa luas lahan yang akan ditanami dan akan melakukan sistem polikultur atau monokultur. Dan berapa banyak kebutuhan benih untuk dapat memenuhi produk bayam yang diinginkan.

3.2.2. Pembukaan Lahan
Lahan yang akan ditanami dicangkul/dibajak sedalam 30-40 cm, bongkah tanah dipecah gulma dan seluruh sisa tanaman diangkat dan disingkirkan lalu diratakan. Lahan kemudian dibiarkan selama beberapa waktu agar tanah matang benar.

3.2.3. Pembentukan Bedengan
Setelah tahap pencangkulan kemudian dibuat bedengan dengan lebar sekitar 120 cm atau 160 cm, tergantung jumlah populasi tanaman yang akan ditanam nanti. Dibuat parit antar bedengan selebar 20-30 cm, kedalaman 30 cm untuk drainase. Pada bedengan dibuat lubang-lubang tanam, jarak antar barisan 60-80 cm, jarak antar lubang (dalam barisan) 40-50 cm.

3.2.4. Pengapuran
Apabila pH tanah terlalu rendah maka diperlukan pengapuran untuk menaikkannya. Pengapuran dapat menggunakan kapur pertanian atau Calcit maupun Dolomit. Pada tipe tanah pasir sampai pasir berlempung yang pH-nya 5,5 diperlukan ± 988 kg kapur pertanian/ha untuk menaikkan pH menjadi 6,5. Kisaran kebutuhan kapur pertanian pada tanah lempung berpasir hingga liat berlempung ialah antara 1.730-4.493 kg/hektar. Sebaliknya, untuk menurunkan pH tanah, dapat digunakan tepung Belerang (S) atau Gipsum, biasa sekitar 6 ton/hektar. Cara pemberiannya, bahan-bahan tersebut disebar merata dan dicampur dengan tanah minimal sebulan sebelum tanam.

3.2.5. Pemupukan
Pemupukan awal menggunakan pupuk kandang yang telah masak. Waktu pemupukan dilakukan satu minggu atau dua minggu sebelum tanam. Cara pemupukan adalah dengan disebarkan merata diatas bedengan kemudian diaduk dengan tanah lapisan atas. Untuk pemupukan yang diberikan per lubanng tanam, cara pemberiannya dilakukan dengan memasukkan pupuk ke dalam lubang tanam. Dosis pemberian pupuk dasar disesuaikan dengan jenis tanaman dan keadaan lahan. Akan tetapi dosis untuk pupuk kandang sekitar 10 ton per hektar. Pemupukan per lubang tanam biasanya diperlukan sekitar 1-2 kg per lubang tanam.

3.2.6. Pemberian Mulsa
Untuk memperoleh hasil produksi yang berkualitas baik maka di dalam penanaman perlu dipasang palstik perak-hitam sebagai mulsa. Dengan penggunaan plastik ini dapat mengurangi serangan hama dan penyakit termasuk gangguan gulma dan lainnya.

3.3. Teknik Penanaman

3.3.1. Penentuan Pola Tanam
Jarak tanam untuk tanaman bayam adalah antara 60 cm x 50 cm atau 80 cm x 40 cm. Jarak tanam tersebut dapat divariasikan sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan jenis bayam sehingga populasi tanaman per hektar berkisar antara 30.000-60.000 tanaman. Pola tanam untuk bayam cabut adalah monokultur. Dalam satu hamparan lahan biasanya ditanam berbagai jenis tanaman dengan pola mosaik (perca), yaitu berbagai tanaman ditanam monokultur pada petak-petak tersendiri. Tanaman lainnya tadi antara lain seperti kakngkung (darat), selada, lobak, paria, kemangi dan sayuran lalapan lainnya.

3.3.2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dapat dibuat dengan menggunakan alat kayu dengan cara di pukul-pukul sehingga membentuk lubang. Jarak antara barisan adalah 60-80 cm dan jarak antar lubang (antar barisan) 40-50 cm.

3.3.3. Cara Penanaman
Penanaman dapat langsung di lapangan tanpa penyemaian atau dengan penyemaian terlebih dahulu. Apabila tanpa penyemaian maka biji bayam dicampur abu disebarkan langsung di atas bedengan menurut barisan pada jarak antar barisan 20 cm dan arahnya membujur dari Barat ke Timur. Setelah disebarkan benih segera ditutup dengan tanah halus dan disiram hingga cukup basah. Waktu penanaman paling baik adalah pada awal musim hujan. Dengan penyemaian maka tanaman dapat tumbuh dengan lebih baik karena benih diperoleh dengan cara seleksi untuk ditanam.

3.4. Pemeliharaan Tanaman

3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman
Apabila sewaktu menyebar benih secara langsung di lapangan tidak merata maka akan terjadi pertumbuhan yang mengelompok (rapat) sehingga pertumbuhannya terhambat karena saling bersaing satu sama lain. Oleh karena itu perlu dilakukan penjarangan sekaligus sebagai panen pertama. Apabila tanaman bayam dihasilkan dari benih yang disemai maka setelah penanaman di lapangan ada yang mati/terserang penyakit, maka perlu dilakukan penyulaman dengan mengganti tanaman dengan yang baru. Caranya dengan mencabut dan apabila terserang penyakit segera dimusnahkan agar tidak menular ke tanaman lainnya. Penyulaman dapat dilakukan seminggu setelah tanam.

3.4.2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila muncul gulma tanaman Gelang (Portulaca oleracea) dan rumput liar lainnya. Kehadiran gulma gelang dapat menurunkan produksi bayam antara 30-65%. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penggemburan tanah. Alat yang digunakan dalam penyiangan dapat berupa cangkul kecil atau sabit. Caranya dengan dicangkul untuk mencabut gulma atau langsung dicabut dengan tangan. Disamping itu pencangkulan dilakukan untuk menggemburkan tanah.

3.4.3. Pembubunan
Proses pembubunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan.

3.4.4. Perempalan
Apabila perawakan tanaman terlalu subur, mungkin perlu dilakukan perempalan tunas-tunas liar dan pemasangan ajir/turus untuk memperkuat tegaknya tanaman agar tidak rebah.

3.4.5. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik, untuk tiap lubang calon tanaman sekitar 0,4-0,8 kg. Dengan demikian kuantum pupuk organik akan berkisar 15-30 ton. Untuk pertanaman di dataran rendah bekas sawah, pupuk organik tidak diberikan, tinggi bedengan perlu ditambah dan dalamnya parit antar bedengan perlu diperdalam. Pupuk organik yang diberikan adalah pupuk N (Urea sekitar 250 kg/ha atau ZA 500 kg/ha) cara dilarutkan dalam air ± 25 gram/10 liter air, TSP 300 kg/ha dan KCl 200 kg/ha. N diberikan dua kali, setengah takaran pada waktu tanam dan yang setengahnya lagi pada umur 30 hari setelah tanam. Apabila ternyata nanti pertumbuhan tanaman kurang subur, dapat dipertimbangkan untuk memberi pupuk N susulan dengan takaran sekitar 125 kg/ha, interval sekitar 30 hari dan dihentikan 30 hari sebelum panen. Pupuk P diberikan sekali pada waktu tanam, sedangkan pupuk K diberikan dua kali, setengah takaran pada waktu tanam dan setengah lagi pada umur 30 hari setelah tanam.

3.4.6. Pengairan dan Penyiraman
Pada fase awal pertumbuhan, sebaiknya penyiraman dilakukan rutin dan intensif 1-2 kali sehari, terutama di musim kemarau. Waktu yang paling baik untuk menyiram tanaman bayam adalah pagi atau sore hari, dengan menggunakan alat bantu gembor (emrat) agar air siramannya merata.

3.4.7. Waktu Penyemprotan Pestisida
Jenis pestisida yang digunakan untuk tanaman bayam adalah Dithane M-45 dengan dosis 1,5-2 gram/liter air, Ambush 2 EC atau Lannate 2 EC dengan konsentrasi 2 gram per liter air. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan alat penyemprot berupa tangki sprayer. Cara penyemprotan yaitu jangan dilakukan ketika angin bertiup kencang dan jangan menentang arah datangnya angin. Jangan melakukan penyemprotan pada saat akan hujan dan sebaiknya dicampurkan bahan perekat. Waktu penyemprotan dilakukan pada pagi hari benar atau sore hari ketika udara masih tenang. Hal tersebut untuk menghindari matinya lebah atau serangga lainnya yang menguntungkan.

3.5. Hama dan Penyakit

3.5.1. Hama

  1. Serangga ulat daun (Spodoptera Plusia Hymenia)
    Gejala: daun berlubang-lubang. Pengendalian: pestisida/cukup dengan menggoyangkan tanaman.

  2. Serangga kutu daun (Myzus persicae Thrips sp.)
    Gejala: daun rusak, berlubang dan layu. Pengendalian: pestisida/cukup dengan menggoyangkan tanaman.

  3. Serangga tungau (Polyphagotarsonemus latus)
    Gejala: daun rusak, berlubang dan layu. Pengendalian: pestisida/cukup dengan menggoyangkan tanaman.

  4. Serangga lalat (Liriomyza sp.)
    Gejala: daun rusak, berlubang dan layu. Pengendalian: pestisida/cukup dengan menggoyangkan tanaman.

3.5.2. Penyakit

  1. Rebah kecambah
    Penyebab: cendawan Phytium sp. Gejala: menginfeksi batang daun maupun batang daun. Pengendalian: Fungisida

  2. Busuk basah
    Penyebab: cendawan Rhizoctonia sp. Gejala: adanya bercak-bercak putih. Pengendalian: sama dengan pengendalian penyakit rebah kecambah.

  3. Karat putih
    Penyebab: cendawan Choanephora sp. Gejala: menginfeksi batang daun dan daunnya. Pengendalian: sama dengan pengendalian penyakit rebah kecambah.

3.5.3. Gulma

Jenis gulma: rumput-rumputan, alang-alang. Ciri-ciri: tumbuh mengganggu tanaman budidaya. Gejala: lahan banyak ditumbuhi pemila liar. Pencegahan: herbisida

3.6. Panen

3.6.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri bayam cabut siap panen adalah umur tanaman antara 25-35 hari setelah tanam. Tinggi tanaman antara 15-20 cm dan belum berbunga. Waktu panen yang paling baik adalah pagi atau sore hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi.

3.6.2. Cara Panen
Cara panennya adalah dengan mencabut seluruh bagian tanaman dengan memilih tanaman yang sudah optimal. Tanaman yang masih kecil diberi kesempatan untuk tumbuh membesar, sehingga panen bayam identik dengan penjarangan.

3.6.3. Periode Panen
Panen pertama dilakukan mulai umur 25-30 hari setelah tanam, kemudian panen berikutnya adalah 3-5 hari sekali. Tanaman yang sudah berumur 35 hari harus dipanen seluruhnya, karena bila melampaui umur tersebut kualitasnya menurun atau rendah; daun-daunnya menjadi kasar dan tanaman telah berbunga.

3.6.4. Prakiraan Produksi
Produksi bayam per hektar dapat mencapai sekitar 22.630 kg.

3.7. Pascapanen

3.7.1. Pengumpulan
Pengumpulan dilakukan setelah panen dengan cara meletakkan di suatu tempat yang teduh agar tidak terkena sinar matahari langsung, karena dapat membuat daun layu.

3.7.2. Penyortiran dan Penggolongan
Penyortiran dilakukan dengan memisahkan bayam yang busuk dan rusak dengan bayam yang baik dan segar. Disamping itu juga penggolongan terhadap bayam yang daunnya besar dan yang daunnya kecil. Setelah itu diikat besar-besar maupun langsung degan ukuran ibu jari.

3.7.3. Penyimpanan
Penyimpanan untuk menjaga kesegaran bayam dapat diperpanjang dari 12 jam tempat terbuka (suhu kamar) menjadi 12-14 hari dengan perlakuan suhu dingin mendekati 0 derajat C, misalnya dengan remukan es.

3.7.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Pengemasan (pewadahan) dalam telombong atau dedaunan yang digulungkan menyelimuti seluruh bagian bayam, sehingga terhindar dari pengaruh langsung sinar matahari. Pengangkutan ke pasar dengan cara dipikul maupun angkutan lainnya, seperti mobil atau gerobak.

3.7.5. Pencucian
Pencucian hasil panen pada air yang mengalir dan bersih, atau air yang disemprotkan melalui selang maupun pancuran.

3.7.6. Penanganan Lain
Bayam dapat diolah menjadi berbagai jenis masakan. Sewaktu memasak bayam ialah tidak boleh terlalu lama. Bayam cukup hanya direbus selama ± 5 menit. Memasak bayam terlalu lama akan menyebabkan daun-daunnya menjadi hancur (lonyoh), rasanya tidak enak, dan kandungan vitamin C-nya menguap (menghilang).

IV ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

4.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya tanaman bayam per musim tanam (2-3 bulan) pada lahan seluas 1 hektar dengan jarak tanaman 20 cm x 25 cm di daerah Jawa Barat tahun 1999. Produksi rata-rata 1 kg adalah 10 tanaman atau produksi per hektarnya 16.000 kg.

  1. Biaya produksi
    1. Sewa lahan per musim
    2. Benih: 250 gram
    3. Pengolahan tanah
      - Membajak (borongan)
      - Membuat bedengan 75 HKP @ Rp. 10.000,-
    4. Persemaian
      - Polybag semai: 25 kg
      - Pupuk kandang: 100 kg
      - Furadan: 1 kg + Urea: 0,5 kg
      - Bambu: 8 batang
      - Plastik transparan 40 m
      - Tenaga menyemai/menyapih bibit 25 HKW @ Rp. 7.500,-
    5. Pupuk
      - Pupuk kandang: 20 ton @ Rp. 100.000,-
      - NPK: 250 kg @ Rp. 2.000,-
    6. Penanaman
      - Pemupukan dasar dan buat lubang tanam 25 HKP + 20 HKW
      - Pindah tanam 50 HKW + 5 HKP
    7. Pemeliharaan
      - Siram, penyiangan, pupuk susulan 20 HKP + 20 HKW
      - Pestisida
      - Tenaga kerja semprot 20 HKP
    8. Panen dan pascapanen
      - Tenaga kerja panen 15 HKP+20 HKW
      - Tenaga kerja pasca panen 5 HKP +10 HKW
    9. Biaya tidak terduga

      Jumlah biaya produksi

  2. Pendapatan: 80% x 16.000 kg @ Rp. 7.500,-
  3. Keuntungan bersih per hektar
  4. Parameter kelayakan usaha
    - Rasio output/input

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

Rp.

Rp.
Rp.

=

500.000,-
100.000,-

250.000,-
750.000,-

100.000,-
15.000,-
7.500,-
28.000,-
40.000,-
187.500,-

2.000.000,-
500.000,-

400.000,-
425.000,-

350.000,-
400.000,-
200.000,-

300.000,-
125.000,-
750.000,-

7.428.000,-

9.600.000,-
2.172.000,-

1,292

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Sampai saat ini pola pemasaran bayam yang berjalan adalah rantai pemasaran tradisional. Petani produsen menjual hasilnya ke leverensir/tengkulak kebun yang ditugaskan oleh leverensir. Leverensir lalu mengirim hasil langsung ke bandar untuk diteruskan ke pasar-pasar kecil sebagai pengecer yang akhirnya sampai ke konsumen. Dapat pula petani produsen langsung menjual hasilnya ke pengecer setempat. Berarti, tata niaga tersebut belum berjalan dengan efisien. Sistem tata niaga dianggap efisien bila mempunyai 2 syarat:
a) Hasil dari pertani diterima konsumen dengan biaya murah.
b) Harga yang dibayarkan konsumen dibagikan secara adil pada semua pihak yang ikut serta dalam memproduksi dan memasarkan hasil tersebut.

Untuk menghitung besarnya hasil yang diterima petani, tidak terlepas dari perhitungan margin dari lembaga tata niaga yang bersangkut paut. Dasar perhitungan marketing margin ialah penyerahan di konsumen akhir dari semua penerimaan untuk saluran yang sama, yakni terhadap 1 kg sayur yang dijual di konsumen akhir. Biasanya bandar dan pengecer mempunyai penerimaan margin terbesar pada tata niaga rantai panjang. Sedangkan untuk tata niaga rantai pendek, petani dan pengecer mendapatkan margin yang cukup besar. Contohnya, margin yang diterima oleh petani dan lembaga tata niaga di daerah Lembang. Pada tata niaga rantai panjang, petani mendapat bagian sebesar 58,6%. Pada tata niaga rantai pendek petani mendapat bagian 88%, sedangkan lembaga tata niaga mendapatkan hanya 12%.

V. STANDAR PRODUKSI

5.1. Ruang Lingkup
Standar ini meliputi syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan.

5.2. Diskripsi

5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Menurut persetujuan pembeli dan penjual.

5.4. Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan yang ada. Dari setiap kemasan diambil contoh sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (stratified random sampling) sampai diperoleh minimum 3 kg untuk dianalisis. Jumlah kemasan yang diambil dalam pengambilan contoh dalam lot adalah :
a) Jumlah kemasan 1 sampai 100, contoh yang diambil=5.
b) Jumlah kemasan 101 sampai 300 , contoh yang diambil=7.
c) Jumlah kemasan 301 sampai 500, contoh yang diambil= 9.
d) Jumlah kemasan 501 sampai 1000, contoh yang diambil=10.
e) Jumlah kemasan lebih dari 1000, contoh yang diambil=minimum 15.

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan badan hukum.

5.5. Pengemasan
Menurut persetujuan pembeli dan penjual.

VI. REFERENSI

6.1. Daftar Pustaka
a) Hadisoeganda, A. Widjaja W. 1996. Bayam Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Monograf No. 4. BPPP. Lembang, Bandung.
b) Prasojo, B. Joko. 1984. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.
c) Rahardi, F., CS. 1993. Agribisnis Tanaman Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta.
d) Rukmana, Rahmat. 1994. Bayam Bertanam & Pengolahan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.
e) Setiawan, Ade Iwan. 1995. Sayuran Dataran Tinggi Budidaya dan Pengaturan Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.

Custom Search
 
task