Biogas yang dihasikkan kotoran sapi yang diperam telah banyak dipakai sebagai bahan bakar. Tapi, bagaimana jika kotoran sapi dipakai untuk menghasilkan listrik? Penelitian di Ohio menunjukkan bahwa beberapa mikroorganisme yang ditemukan di dalam kotoran sapi mungkin menjadi sumber energi listrik yang sangat besar.Hasil percobaan menunjukkan, mikroba dalam cairan yang diekstrak dari rumen - bagian terbesar perut sapi - dan difermentasi sebanyak setengah liter menghasilkan listrik 600 milivolt. “Sekitar setengah dari tegangan yang diperlukan sebuah baterai berukuran AA,” kata Ann Christy, peneliti pendamping dan associate professor rekayasa makanan, pertanian, dan biologi di
Ohio
State
University.Selain dalam cairan rumen, mikroorganisme juga ditemukan pada kotoran sapi. Bahkan, dalam eksperimen serupa para peneliti menggunakan kotoran sapi secara langsung untuk menghasilkan energi fuel cell.Menggunakan kotoran sapi sebagai sumber energi bukanlah ide yang baru. Beberapa petani telah menggunakan gas methan yang dihasilkannya untuk bahan bakar. Tapi, mengubah methan menjadi listrik membutuhkan alat yang mahal. Seorang petani di Kalifornia saja harus menyediakan 280 ribu dollar AS untuk mengoperasikan sistem pengubah methan menjadi listrik.Sedangkan penelitian di Ohio memperlihatkan bagaimana listrik dapat dihasilkan dari mikroorganisme dalam cairan rumen hasil pemecahan selulosa, karbohidrat kompleks yang merupakan komponen utama makanan sapi. Nah, pemecahan komponen inilah yang menghasilkan listrik. Para peneliti menyampaikan temuannya pada pertemuan nasional American Chemical Society di Washington DC, 31 Agustus. Christy dan Rismani-Yazdi memimpin penelitian ini bersama koleganya dari Ohio State University, Olli Touvinnen, seorang profesor mikrobiologi dan Burk Dohenty, seorang profesor ilmu hewan.Mereka mengumpulkan cairan rumen melalui cannula, tabung yang ditanam untuk menghubungkan kulit dengan perut sapi. Dua buah tabung kaca steril dipakai untuk menyimpan cairan masing-masing setinggi 30 centimeter dan berdiameter 15 centimeter.Cairan dalam tabung diberi pembatas dengan material khusus yang dapat dilalui proton saat bergerak dari ruangan bermuatan negatif (anoda) ke positif (katoda). Pergerakan proton yang diikuti elektron melalui piranti elektronika dan kabel yang menghubungkan dua elektroda menghasilkan arus listrik. Bagian anoda berisi cairan rumen dan selulosa sebagai sumber makanan mikroorganisme. Sedangkan bagian katoda diisi potassium ferricyanide, zat kimia yang berguna sebagai agen oksidasi untuk melengkapi rangkaian listrik. Rangkaian tersebut menghasilkan listrik 0,58 volt. Sesudah empat hari, tegangannya turun menjadi 0,2 volt. Saat para peneliti menambah selulosa baru, tegangannya naik kembali.Masih dalam rangkaian penelitian ini, Christy dan Rismani-Yazdi menggunakan kotoran sapi secara langsung untuk membangkitkan listrik. Fuel cell yang dibentuk menghasilkan tegangan 300-400 milivolt. Pada penelitian ini, para peneliti tidak membutuhkan tambahan selulosa untuk memberi makan mikroba. “Kedua penelitian menunjukkan bahwa kotoran sapi suatu ketika bisa menjadi sumber listrik terbarukan yang murah dan cukup besar,” kata Christy. Meskipun demikian masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa fuel cell bertenaga kotoran sapi dapat menghasilkan listrik yang besar. Paling tidak dengan penelitian ini telah terbukti bahwa caran rumen dapat menasilkan listrik.Para peneliti berharap suatu ketika para petani dapat menggunakan limbah peternakannya untuk menghasilkan sumber pembangkit listrik yang besar untuk keperluan sehari-hari.