BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Habitat dan Pertelaan
1.1.1 Habitat
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli Indonesia (Setiawan, 2000). Penyebarannya hanya terbatas di Jawa, Maluku, dan Kalimantan. Tumbuhan ini telah dibudidayakan dan banyak ditanam atau tumbuh liar di pekarangan atau tegalan terutama pada tanah gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar (Kunia, 2006), banyak juga ditemukan di hutan-hutan daerah tropis seperti di hutan jati dan di padang alang-alang (Anonim 1, 1979). Tanaman ini tumbuh produktif pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari dan dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebaiknya tumbuhan ini ditanam pada ketinggian 200-600 m diatas permukaan laut (Setiawan, 2000).
1.1.2 Pertelaan
Tanaman herba ini memiliki tinggi kurang lebih 2 meter, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap (Anonim 1, 1979). Akar-akar dibagian ujung membengkak membentuk umbi yang kecil (Setiawan, 2000). Umbi akan muncul dari pangkal batang. Rimpang induk dapat memiliki 3-4 buah rimpang, warna kulit rimpang cokelat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang oranye tua atau kuning. Rimpang temulawak terbentuk di dalam tanah pada kedalaman sekitar 16 cm. Tiap rumpun umumnya memiliki 6 buah rimpang tua dan 5 buah rimpang muda (Laksmi, 2007). Rimpang induk bentuknya jorong atau gelendong, rimpang cabang keluar dari rimpang induk yang ukuranya lebih kecil yang tumbuh ke arah samping dan warna lebih mudah (Setiawan, 2000)
Temulawak termasuk jenis tumbuh-tumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai 2 sampai 2,5 meter berwarna hijau atau cokelat gelap. Pelepah daunnya saling menutupi membentuk batang (Laksmi, 2007). Daunnya bundar panjang , mirip daun pisang, tiap batang mempunyai daun 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31-84 cm dan lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43-80 cm. Mulai dari pangkalnya sudah memunculkan tangkai daun yang panjang berdiri tegak (Laksmi, 2007).
Temulawak mempunyai bunga yang berbentuk unik (bergerombol) dan bunganya berukuran pendek dan lebar, warna putih atau kuning tua dan pangkal bunga berwarna ungu. Bunga mejemuk berbentuk bulir, bulat panjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar dan beraneka ragam dalam warna dan ukurannya. Mahkota bunga berwarna merah. Bunga mekar pada pagi hari dan berangsur-angsur layu di sore hari. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8-13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25-2 cm dan lebar 1 cm. Temulawak belum pernah dilaporkan menghasilkan biji, karena penanaman temulawak dengan cara menanam rimpang temulawak tersebut. Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang) (Laksmi, 2007).
1.2. Klasifikasi
Divisi : Sphermatophyta
Subdivisi : Angiospemae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Jenis : Curcuma xanthorihiza Roxb. (Anonim 2, 2000)
1.3. Determinasi
Thonner’s : 1b- Angiospermae
16a- Monocotyledonae
17b-36b-82a-83b-104a-105a-106a-107a-Zingiberaceae
Flora Van steenis :1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-11a-67b-69b-70b-71b-72b-73b-76b-77b-79b-81b-82a-Zingiberacea
Flora of Java : 1a-2b-6b-7a-curcuma
1a-2b-3a-Curcuma xanthorriza Roxb.
1.4. Kandungan dan Kegunaan
1.4.1 Kandungan
Temulawak terdiri dari fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Fraksi pati merupakan kandungan yang terbesar (Pati 48,18%-59,64%). Makin tinggi tempat tumbuh maka kadar pati semakin tinggi. Pati temulawak terdiri dari abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kalium, natrium, kalsium magnesium, besi, mangan, dan kadmium (Sidik, 1985) Fraksi kurkuminoid (1,60%-2,20%) yang terdapat pada rimpang, kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning kurkumin dan turunannya (Kunia, 2006) dan minyak atsiri (6,00%-10,00%) yaitu isofuranogermakren, trisiklin, allo-aromadendren, germakren, xanthorrizol (Setiawan, 2000).
Selain itu pada daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrean dan turmerol atau yang sering disebut minyak menguap, serta kamfer, glukosida, foluymetik karbinol. Pada buah mengandung minyak terbang (anetol, pinen, felandren, dipenten, fenchon, metilchavikol, anisaldehida, asam anisat, kamfer), dan minyak lemak (Laksmi, 2007). Ditemukan juga senyawa aktif lain yaitu: Germacrene, Xanthor-rhizol, Alpha-Betha-Curcumena (Riana, 2006).
1.4.2 Kegunaan
Kurkuminoid secara klinis berkhasiat mencegah penyakit jantung koroner, meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah penggumpalan darah, penambah nafsu makan, pengobatan hepatitis, penurun kadar kolesterol darah, mencegah stroke (Sidik,2006). Selain itu kurkumin sebagai acnevulgaris, anti inflamasi (anti radang), antioksidan, anti hepototoksik (anti keracunan empedu). Kandungan kurkumin dan monodesmetoksi kurkumin yang bersifat antitumor (Kunia, 2006).
Minyak atsiri pada temulawak terdiri atas 32 komponen yang secara umum bersifat meningkatkan produksi getah empedu dan mampu menekan pembengkakan jaringan, membersihkan perut, dan memperlancar ASI serta dapat membunuh mikroba atau fungistatik. Xanthorrizol salah satu komponen minyak atsiri pada percobaan invitro berkhasiat mengobati kanker payudara, paru-paru dan ovarium dan pencegah rusaknya email gigi (mencegah plak) (Laksmi, 2007). Zat warna kuning temulawak (kurkuminoid) dan minyak atsiri mempunyai kemampuan mempercepat regenerasi sel-sel hati yang mengalami kerusakan akibat pengaruh racun kimia (Kunia, 2006).
BAB II
MIKROSKOPIK
2.1. Pemerian Serbuk Simplisia
Bau aromatis, rasa tajam dan pahit (Anonim 1, 1979)
2.2. Mikroskopi
Epidermisnya bergabus, dan terdapat sedikit rambut yang berbentuk kerucut bersel satu. Dibawahnya terdapat periderm yang kurang berkembang. Korteks dan silinder pusat parenkimatik terdiri dari sel parenkim berdinding tipis berisi butir pati. Dalam parenkim tersebar banyak sel minyak yang berisi minyak berwarna kuning dan zat berwarna jingga., juga terdapat idioblas berisi hablur kalsium oksalat berbentuk jarum kecil. Butir pati berbentuk pipih, bulat panjang ampai bulat telur memanjang (Laksmi, 2007).
Gambar Penampang Melintang Rimpang Temulawak
Keterangan Gambar:
Rambut penutup 7. Parenkim korteks
Epidermis 8. Sel minyak
Hipodermis 9. Butir pati
Periderm 10. Endodermis
Berkas pembulum kolateral 11. Parenkim silinder pusat
Sklerenkim
Panjang butir 20 ŵm sampai 70 ŵm, lebar 5 ŵm samapai 30 ŵm, tebal 3 ŵm sampai 10 ŵm. Lamella jelas dan hilus di tepi, berkas pembuluh tipe kolateral, tersebar tidak beraturan pada parenkim korteks dan pada silinder pusat. Berkas pembuluh disebelah dalam endodermis tersusun dalam lingkaran dan letaknya lebih berdekatan satu dengan yang lainnya. Pembuluh didampingi oleh sel sekresi yang panjangnya sampai 200 ŵm, berisi zat berbutir warna coklat dengan besi (III) klorida LP menjadi lebih tua (Anonim 1, 1979).
Gambar Serbuk Rimpang Temulawak
Keterangan Gambar:
Fragmen berkas pembuluh
Fragmen parenkim korteks
Serbuk sklerenkim
Butir pati diperbesar
Fragmen jaringan gabus bentuk poligonal
Rambut penutup
BAB III
ISOLASI SENYAWA AKTIF
3.1. Maksud dan Tujuan
Untuk mengetahui kandungan senyawa aktif Curcuma xanthorrhizae Rhizoma.
Untuk mengetahui manfaat dari kandungan senyawa aktif Curcuma xanthorrhizae Rhizoma.
Untuk mengetahui metode pengujian yang sesuai dalam mendapatkan senyawa aktif Curcuma xanthorrhizae Rhizoma.
3.2. Pengujian
3. 2. 1. Uji Pendahuluan (Uji Flavanoid)
A. Alat dan Bahan
i. Alat
Gelas piala
Gelas ukur
Erlenmeyer
Kertas saring
Pipet tetes
Pipet volume 10 mL
Penguap putar vakum (evaporator)
Alat pendingin balik
Batang pengaduk
Neraca analitik
penangas air
ii. Bahan
Metanol P.
Aquades
Serbuk Curcuma xanthorrhizae Rhizoma.
Eter minyak tanah P.
Etil asetat P.
Aseton P.
Serbuk asam borat P.
Serbuk asam oksalat P.
Eter P.
Cara Kerja
Serbuk rimpang Curcuma xanthorrhizae (0,5 g) disari dengan 10 mL metanol P. Dengan menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit. Kemudian disaring (masih panas) dengan kertas saring kecil berlipat. Filtrat di encerkan dengan 10 mL aquades, kemudian dinginkan. Lalu tambahkan 5 mL eter minyak tanah P. dan kocok hati-hati dan diamkan, kemudian lapisan metanol diambil dan uapkan pada suhu 400 dibawah tekanan dan sisanya dilarutkan dalam 5 mL etil asetat P. Kemudian di saring maka didapat larutan percobaan.
Uapkan hingga kering 1 mL larutan percobaan, basahkan sisa dengan aseton P, kemudian tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P. Kemudian panaskan dengan hati-hati di atas penangas air (hindari pemanasan yang berlebih). Kemudian campur sisa yang diperoleh dengan 10 mL eter P, dan amati dengan penyinaran UV 366 nm, bila larutan berfluorosensi kuning intensif menunjukkan adanya flavanoid (Anonim 3, 1989).
Skema Cara Kerja Uji Flavanoid
1 mL larutan percobaan
diuapkan hingga kering
Sisa larutan dibasahkan dengan aseton P
+ sedikit serbuk halus as. borat P & as. oksalat P
h Campuran dipanaskan hati-hati di atas tangas air
diamati dengan sinar UV 366 nm
Sisa campuran dicampur dengan 10 mL eter P
Larutan berfluorosensi kuning intensif
Flavonoid
3.2.2. Isolasi Kurkuminoid
i. Metode Sokletasi
Pada proses isolasi kurkuminoid menggunakan metode sokletasi. Pada metode sokletasi ini bahan yang akan diekstraksi berada pada sebuah kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya). Di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu (perkolator). Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan di antara labu suling dan suatu aliran balik dan dihubungkan dengan melalui pipa pipet. Labu tersebut berisi pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet, dia berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan membawa keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimal secara otomatis ditarik ke dalam labu, dengan demikian zat yang terekstraksi tetimbun melalui penguapan kontinu dari bahan pelarut murni.
Pada cara ini orang membutuhkan bahan pelarut yang sangat sedikit juga ekstrak secara terus-menerus diperbaharui artinya dimasukkan bahan pelarut bebas bahan aktif (pembaharuan terus-menerus dari perbedaan konsentrasi). Keburukannya tentu saja disebabkan, bahwa dibutuhkan suatu ekstraksi beberapa jam pada umumnya dan dengan demikian kebutuhan energinya tinggi (listrik) selanjutnya ekstrak dipanaskan dalam bagian tengah alat, yang langsung berhubungan dengan labu, darinya bahan pelarut diuapkan. Pemanasan yang bergantung dari lama ekstraksi, terutama dari titik didih bahan yang digunakan, dapat bekerja negatif terhadap bahan tumbuhan yang peka terhadap suhu (glikosida, alkaloida) (Voigt, 1994).
Pada metode sokletasi yang mengisolasi senyawa kurkuminoid ini dapat dipilih beberapa pelarut yaitu etanol, aseton, dan heksan.
A. Alat dan Bahan
a. Alat
1 Set alat sokletasi
Erlenmeyer
Kertas saring
Pipet volume 10 mL
Neraca analitik
penangas air
b. Bahan
Etanol
B. Cara Kerja Metode Sokletasi
Untuk cara kerja sokletasi yaitu pertama-tama yang harus dilakukan adalah serbuk sampel dibungkus dengan kertas saring atau tempat tertentu. Kemudian dimasukkan ke dalam alat soklet. Pelarut etanol ditambahkan dari bagian atas sampai tumpah ke dalam labu. Ditambahkan pelarut lagi kira-kira sampai setengahnya. Labu yang sudah berisi pelarut tersebut dipanaskan pada suhu tertentu sampai mendidih. Pada proses ini uap pelarut akan naik dan bersentuhan dengan kondensor. Dimana uap akan terkondensasi dan menetes di atas sampel dan selanjutnya merendam sampel tersebut. Selama proses ini serbuk sampel akan terekstraksi. Apabila ekstrak sudah sampai pada batas “pipa u” maka ekstrak akan turun ke labu dan akan mendidih kembali. Proses ini akan berjalan kontinu sampai semua ekstrak terekstraksi.
Skema Cara Kerja Metode Sokletasi
Serbuk sampel
Dibungkus dengan kertas saring/ tempat tertentu
Dimasukkan ke dalam alat soklet
+ pelarut etanol dari bagian atas alat sampai tumpah ke dalam labu
Ditambahkan pelarut lagi kira-kira sampai ½-nya
Dipanaskan pada suhu tertentu sampai mendidih
Ekstrak terekstraksi seluruhnya
ii. Metode Maserasi
Maserasi (macerare = mengairi, melunakan) adalah cara ekstraksi yang sederhana. Bahan yang dihaluskan sesuai dengan persyaratan farmakope (umumnya terpotong-potong atau diserbukkasarkan) disatukan dengan bahan ekstraksi. Deposisi tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu maserasi adalah berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Kurang lebih diperlukan lima hari untuk mendapatan hasil (larutan bahan dari sel akan rusak yang terbentuk pada penghalusan, ekstrasi (difusi) dari bahan kandungan sel yang masih utuh. Setelah waktu ini sebaiknya ditetapkan antara bahan yang diekstraksi dalam bagian sebelah dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan dan dengan demikian difusi akan berakhir.
Persyaratan untuk ini adalah pengulangannya pengocokannya diposisi (kira-kira tiga kali sehari). Melalui usaha ini dijamin suatu keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat ke dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi, suatu penyumbatan dan dengan demikian ekstraksi absolut tidaklah mungkin. Semakin besar perbandingan ekstrak terhadap cairan ekstrasksi akan semakin baik hasil yang diperoleh.setelah maserasi maka deposisi diperas (kain pemeras) dan sisanya diperas habis. Untuk ini digunakan pengepres tingtur (pengepres kincir) atau pengepres hidrolik.
Cairan maserasi dan cairan yang diperoleh melalui perasan disatukan dengan mencuci sisa perasan dengan bahan ekstraksi diberikan pada kandungan atau jumLah yang telah diperoleh. Proses mencuci, tersebut berlaku untuk memperoleh kandungan bahan ekstraktif dan untuk menyeimbangkan kembali kehilangan saat penguapan yang terjadi pada penyarian dan pengepres. Hasil ekstraksi disimpan dingin beberapa hari, lalu cairannya dituang dan disaring (Voigt, 1994).
A. Alat dan Bahan
a. Alat
Gelas piala dengan tutup
Gelas ukur
Pipet tetes
Pipet volume 10 mL
Alat pendingin balik
Batang pengaduk
b. Bahan
Etanol
B. Cara Kerja Metode Maserasi
Untuk cara kerja maserasi yaitu pertama-tama yang harus dilakukan adalah serbuk sampel dimasukkan ke dalam gelas piala atau tempat seperti botol terbalik. Kemudian ditambahi pelarut etanol sampai sampel terendam. Diaduk sekali-sekali. Pelarut diganti setiap waktu tertentu. Terakhir akan didapatkan hasil berupa ekstrak dan gunakan pelarut yang tidak mudah menguap
Skema Cara Kerja Metode Maserasi
Serbuk sampel
Dimasukkan ke dalam gelas piala/ tempat seperti botol terbalik
Ditambahi pelarut sampai serbuk sampel terendam
Diaduk sekali-sekali
Pelarut diganti setiap waktu tertentu
gunakan pelarut yang tidak mudah menguap
Ekstrak hasil
Uji Kualitatif Secara KLT (pembuktian adanya Flavonoid Kurkuminoid)
Fase diam : Silika gel G
Fase gerak : Klorofom-benzena-etanol 98% (45: 45:10 %v/v)
Atau Kloroform-etanol 96%-asam asetat glasial (94:5:1 %v/v)
Cuplikan : Ekstrak; serbuk cuplikan sebanyak 0,1 g diekstrasi dengan 1 mL etanol selama 30 menit sambil dikocok
JumLah totolan : filtrat ditotolkan 5 µl untuk bercak dan 10 µl un tuk pita (1,5 cm).
Waktu pengembangan : -
Deteksi : a. Anhidrat asetat-asam sulfat, diperiksa dibawah sinar UV 365.
b. Asam borat-metanol.
Bila terdapat kandungan kurkumin dari Curcuma xanthorrhizae maka pada saat diperiksa dibawah sinar UV 365 nm, akan terlihat fluoresensi yang berwarna kuning kelabu pucat.
(Sthal, 1985)
3.2.4. Pemisahan Dengan Kromatografi Kolom
A. Alat dan Bahan
a. Alat
Glasswool atau kapas
Kolom
Gelas piala
Pipet tetes
Batang pengaduk
Pipet volum
Gelas ukur
b. Bahan
Natrium sulfat anhidrat
Fase gerak: klorofom-benzena-etanol 98% (45: 45:10 %v/v)
Atau Kloroform-etanol 96%-asam asetat glasial (94:5:1 %v/v)
B. Cara Kerja
a. Cara Mengemas Kolom:
Pertama yang harus dilakukan yaitu fase diam yang digunakan disuspensikan ke dalam pelarutnya. Kemudian kolom disiapkan tegak lurus dengan kran bagian bawah tertutup. Glasswool atau kapas dimasukkan ke bagian bawah kolom. Eluen dimasukkan secukupnya. Bubur fase diam dimasukkan ke dalam kolom secara perlahan-lahan agar merata pada semua bagian kolom. Dimana pengisiannya dilakukan sampai tanda batas (kira-kira 2 cm di bawah bibir kolom bagian atas). Kemudian ditambahkan natrium sulfat anhidrat di bagian atas fase diam (untuk menyerap air). Terakhir kolom dielusi dengan fase gerak beberapa saat sampai kemampatannya homogen. Perhatikan kolom jangan sampai kering dan terdapat gelembung udara. Glasswool/kapas dimasukkan kebagian bawah kolom
b. Proses Kromatografi Kolom
Pertama yang harus dilakukan yaitu sampel dimasukkan ke bagian atas fase diam secara perlahan dan merata (dibuat setipis mungkin, menyerupai pita). Kemudian keran dibuka perlahan sampai semua sampel masuk ke dalam fase diam. Saat permukaan atas sampel sampai pada permukaan atas fase diam, fase gerak ditambahkan secara perlahan. Kecepatan alir fase diam diatur sesuai keinginan. Kemudian eluat ditampung pada botol kecil secara manual atau otomatik. Terakhir kolom dielusi sampai semua komponen keluar dari kolom.
3.2.5. Pemurnian Senyawa Kurkuminoid
a. Metode Pemurnian Rekristalisasi
Setelah eluat keluar dari kolom maka eluat tersebut didiamakan beberapa saat sampai pelarutnya menguap dan senyawa kurkuminnya mengalami kristalisasi (membentuk kristal). Eluat dalam bentuk kristal tersebut dimurnikan dengan cara rekristalisasi.
i. Alat dan Bahan
Alat
Gelas piala
Batang pengaduk
Corong penyaring
Kertas saring
Alat pemanas
Bahan
Kristal kurkumin
Etanol
ii. Cara Kerja
Pertama kristal dilarutkan dalam pelarutnya (etanol) pada gelas piala, kemudian dipanaskan sambil diaduk-aduk. Lalu dalam keadaan panas disaring. Filtrat hasil saringan didinginkan sampai terbentuk kristal.
Metode Pemurnian Secara KLT
Untuk pemurnian secara KLT ini fraksi yang memiliki spot/noda yang sama dengan nilai Rf dan warna yang sama pada pustaka maka spot/noda tersebut dikerok kemudian dilarutkan dalam pelarut etanol. Pelarut tersebut kemudian diuapkan sampai didapatkan bantuk kristalnya. Adapun nilai Rf dari kurkumin tersebut berdasarkan pustaka yaitu fraksi I 0,30; fraksi II 0,50; fraksi III 0,60 dengan pelarut yang digunakan kloroform-etanol 96%-asam asetat glasial (94:5:1 %v/v).
Pelaksanaan Pemurnian Secara KLT
Fase diam : Silika gel G
Fase gerak : Klorofom-benzena-etanol 98% (45: 45:10)
Atau Kloroform-etanol 96%-asam asetat glasial (94:5:1 %v/v).
Cuplikan :fraksi kurkumin yang didapat dari kromatografi kolom
JumLah totolan : filtrat ditotolkan 5 µl untuk bercak dan 10 µl un tuk pita (1,5 cm).
Waktu pengembangan : - (sampai eluen mendekati batas atas plat)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim 2, 2000, Inventaris Tanaman ObatIndonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan dan Kesejahterahan Sosial Republik Indonesia Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan 2000, Jakarta.
Anonim 3, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim 4, 2005, IsolasiTemulawak,(online),(http://www.iptek.net.id/ind/cakara_
Tanaman obat, diakses 1 Oktober 2007).
Dalimartha Setiawan, 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Trubus Agriwidya, Jakarta.
Egon Sthal, 1985, Analisis Obat Kromatografi dan Miroskopi, ITB, Bandung.
Kunia, Kabela, 2006 Temulawak, Ginsengnya Indonesia (online),(http://www.pikiran rakyat net.id/ind/cakrawala_ temulawak, diakses 1 Oktober 2007).
Sidik, 2006, Gerakan Nasional Minum Temulawak (http://www.majalah-farmacia.comrubrikone_news, diakses 1 Oktober 2007).
Steenis, C. G. G. J. V.,2005, Flora, Pradnya Paramita, Jakarta.
Voight Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajahmada University Press, Yogyakarta.