Custom Search
anatomy - histology - veterinary - cells - biotechnology

JAHE

DATA PERCOBAAN

Jumlah bahan

(Rimpang Jahe)

Proses destilasi

Jumlah destilat

Jumlah minyak atsiri murni

Sifat fisk minyak atsiri

75 gr

Sebanyak 3 kali

300 ml

0,4 gr

Minyak jernih, aroma khas jahe, meninggalkan noda pada kertas saring


PEMBAHASAN


Ginger oil merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang ditemukan pada rimpang jahe. Minyak ini dapat diisolasi dari tanaman asalnya dengan berbagai metode yang umum digunakan untuk isolasi minyak atsiri lain.

Pada percobaan ini dilakukan isolasi ginger oil (minyat atsiri) dan rimpang jahe. Percobaan ini bertujuan untuk memahami pada teknik isolasi senyawa bahan alam minyak atsiri menggunakan destilasi uap, dan mempelajari sifat fisik minyak atsiri. Langkah pertama yang dilakukan yaitu memotong rimpang jahe agar berukuran lebih kecil. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas bidang kontak dengan uap air sehingga minyak atsiri lebih mudah keluar. Potongan-potongan jahe ini kemudian ditimbang, diperoleh 175 gram. Bahan kemudian siap dimasukkan ke alat destilator. Setelah dilakukan perangkaian alat sedemikian rupa, potongan jahe dimasukkan ke dalamnya. Alat destilator uap terdiri dari kondensor yang dilengkapi saluran sirkulasi air (air masuk dan keluar), dandang yang dilengkapi sarangan, dan alat penampung destilat berula erlemenyer yang dibungkus alumunium foil agar destilat yang dihasilkan nanti tidak menguap mengingat minyak atsiri memiliki sifat yang mudah menguap (volaticoil). Potongan jahe dimasukkan ke dalam dandang yang di bagian bawah dandang terdapat air. Banyaknya air yang digunakan, mencapai dibawah batas sarangan. Sarangan ini digunakan agar uap air dapat menembus sel-sel rimpang jahe menyelubungi minyak, dan saat uap pecah minyak akan keluar dari rimpang jahe berupa uap. Selain itu, sarangan juga berfungsi sebagai pembatas antara air dan rimpang jahe sehingga tidak bercampur atau terendam air.

Proses destilasi dimulai dengan memanaskan dandang. Pemanasan dijaga agar pengapian yang digunakan tidak terlalu besar, karena penggunaan api yang besar dapat membuat air pada dandang akan habis menguap. Penambahan air kembali ke dalam dandang akan sulit dilakukan karena dandang telah diplester dengan lakban. Plester ini tidak boleh dibuka kembali karena filtrat yang dihasilkan dalam bentuk uap mungkin tersebar ke udara, ini akan mengganggu proses destilasi. Jika air dalam dandang habis akibat pemanasan yang terlalu tinggi maka proses destilasi tidak dapat dilanjutkan kecuali jika digunakan alat destilator khusus yang memungkinkan pembukaan dan penutupan untuk menambah air. Pemanasan yang terlalu tinggi juga dpat mengakibatkan pecahnya minyak atsiri dan berdampak mengurangi hasil. Bagian air yang terdapat di bawah sarangan akan mendidih dan menghasilkanuap. Uap yang dihasilkan ini akan naik menuju rimpang jahe, kemudian masuk ke dalam sel-sel rimpang jahe, dan membawa minyak atsiri keluar dari sel tersebut. Uap gabuangan antara minyak atsiri dan air ini disebut co-destilasi. Destilat yang mulai menguap kemudian menuju ke kondensor. Pada kondensor sendiri terdapat 2 saluran sebagai tempat sirkulasi air (air masuk dan keluar). Kedua saluran ini dihubungkan dengan selang karet dan dialirkan menuju ke ember. Di dalam ember berisi adaptor dan air dingin (air yang telah diberi es batu). Adaptor berperan dalam menggerakkan air dingin ke dalam kondensor dan mengalirkannya lagi keluar kondensor menuju ember. Adanya aliran air melalui kondensor membantu menurunkan suhu dari uap destilat sehingga yang berupa uap air yang menempel pada dinding kondensor akan diembunkan oleh suhu dari air dingin sehingga menjadi tetesan cairan. Jadi penambahan es pada ember bertujuan untuk mendinginkan air panas yang keluar dari destilator sehingga apabila air dibawa masuk lagi ke dalam pipa destilator uap akan mudah mengubah co-destilasi menjadi tetesan cairan yang sempurna. Setelah beberapa saat destilat yang ditampung dalam erlenmeyer telah mencapai volume 100 ml. Jumlah destilat ini ditampung sebanyak 3 kali masing-masing 100 ml. destilat yang dihasilkan belum berupa minyak atsiri murni, namun merupakan campuran antara air dan minyak atsiri dari rimpang jahe. Pada destialt terlihat dua fase yatu fase minyak dan fase air. Fase minyak terdapat pada bagian atas dalam jumlah sedikit sedangkan fase air terletak di bagian bawah. Hal ini disebabkan karena air memiliki bobot jenis yang lebih besar daripada bobot jenis minyak atsiri. Sebanyak 100 ml destilat dimasukkan ke dalam corong pemisah. Dilakukan pengocokan sedikit agar fase air dan minyakmemisah. Fase air dikeluarkan, kemudian ditampung dalam erlenmeyer. Fase minyak ditampung langsung pada botol vial. Pada fase air ini kemudian dilakukan penambahan NaCl secukupnya. Penambahan NaCl ini berfungsi untuk memisahkan minyak yang mungkin masih ada pada fase air. Pemisahan ini dapat terjadi karena minyak atsiri yang terdapat pada fase air merupakan komponen nonpolar, sedangkan air dan NaCl merupakan komponen polar. Ketika NaCl ditambahkan ke dalam fase air, garam NaCl akan menarik dan mengikat komponen air, sehingga dapat terpisah dari komponen minyaknya. Proses pemisahan ini dilakukan dengan pengocokan menggunakan corong pisah. Setelah dikocok didiamkan beberapa saat hingga minyak atsiri dan air memisah. Fase air yang terletak di bagian bawah dibuang dan minyak atsiri yang terletak di bagian atas ditampung kembali dalam botol vial yang ditutup rapat. Pada destilasi kedua dan ketiga, erlenmeyer yang tadi digunakan dipasang kembali dan ditutup dengan kertas aluminium foil proedur destilasi kedua dan ketiga dilakukan sama dengan prosedur destilasi pertama. Dari hasil percobaan, ginger oil yang dihasilkan pada destilasi kedua dan ketiga cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan volume ginger oil hasil destilasi pertama.

Percobaan dilanjutkan dengan penambahan CaCl2 anhidrus pada minyak atsiri dalam botol vial. Penambahan CaCl2 ii dilakukan karena minyak atsiri yang ditampung pada botol vial mungkin masih mengandung air. Prinsip kerjanya sama dengan garam NaCl yaitu menarik air/menyerap air hingga mencapai keadaan jenuh. Ketika CaCl2 dalam keadaan jenuh, kemampuan senyawa ini untuk menyerap air akan terhenti. Setelah ditambahkan CaCl2 botol ditutup kembali, didiamkan selama 10 hari. Setelah 10 hari pada botol vial terlihat 2 fase yaitu fase air dan fase minyak. Karena fase minyak yang terlihat sangat sedikit jumlahnya, praktikan mengalami kesulitan dalam pengambilannya. Karena alasan tersebut, dilakukan pemisahan kembali pada isi botol vial ini menggunakan corong pisah. Bagian minyak diambil kembali.

Minyak atsiri yang kami peroleh dalam praktikum ini jumlahnya sangat sedikit berwarna agak bening, dan berbau aromatik khas pala. Minyak ini kemudian diuji sifat fisisnya dengan meneteskannya pada kertas saring. Diperoleh noda yang transparan dan sedikit keruh pada kertas saring. Hal ini tidak sesuai dengan sifat minyak atsiri yang tercantum pada Farmakope Indonesia Edisi III, dimana minyak atsiri memiliki pemerian cairan tidak berwarna bila dalam keadaan murni, minyak mudah menguap, dan memiliki bau yang sesuai dengan bau bahan asalnya. Noda yang terliat pada kertas saring mungkin disebabkan oleh adanya komponen resin yang menyebabkan minyak atsiri tidak menguap. Kandungan air yang masih tertinggal pada minyak juga dapat menyebabkan kekeruhan pada kertas saring.

Sebelum uji sifat fisis minyak atsiri diats, dilakukan penimbangan terlebih dahulu pada minyak yang diperoleh.

Berat minyak yang diperoleh = (berat minyak + botol) – (berat botol)

= 26,11 gr – 25,71 gr

= 0,4 gr

Prosentase berat minyak atsiri yang diperoleh yaitu :

Persen berat =

= 0,229%

Perolehan hasil yang sedikit ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal yaitu :

  1. Rimpang jahe yang digunakan dalam praktikum telah mengalami pendiaman beberapa hari sehingga tidak segar lagi (telah kering)

  2. Sifat ginger oil (minyak atsiri) yang cenderung mudah menguap, dandang yang digunakan terdapat kebocoran sehingga uap yang dihasilkan tidak sepenuhnya mengalir ke kondensor melainkan keluar bersama udara bebas.

  3. Kesalahan praktikan pada saat penimbangan, dimana jumlah potongan jahe yang ditimbang hanya 175 gr sedangkan menurut penuntun praktikum jumlah yang seharusnya digunakan adalah 500 gr. Jumlah bahan yang kecil mengakibatkan sedikitnya hasil yang diperoleh.



KESIMPULAN

  1. Ginger oil merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari hasil isolasi rimpang jahe dengan metode destilasi.

  2. Ginger oil adalah golongan minyak atsiri yang mudah menguap, tidak berwarna dalam keadaan murni, memiliki aroma khas seperti tanaman asalnya yaitu jahe.

  3. Air dalam kondensor berfungsi untuk mendinginkan suhu uap dari destilat sehingga menjadi titik-titik air yang mudah mengalir.

  4. Pengapian yang terlalu besar dihindari pada proses destilasi karena dapat memecah minyak atsiri yang terbentuk dan berdampak mengurangi hasil minyak yang diperoleh.

  5. Pemotongan bahan yang akan diisolasi bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga minyak atsiri akan lebih mudah keluar bersama uap air.

  6. Untuk memisahkan komponen air dan minyak dapat digunakan corong pemisah dibantu dengan penambahan NaCl sebagai penarik air.

  7. Dari hasil percobaan diperoleh minyak atsiri sebesar 0,4 gr dengan persentase 0,229%.



Percobaan kali ini bertujuan untuk mengisolasi trimiristin yang terdapat pada biji buah pala. Diperlukan waktu selama 4 hari agar diperoleh hablur trimiristin yang kemudian ditentukan persentase hasil, dan titik lelehnya. Teknik yang digunakan dalam isolasi trimiristin dari biji buah pala yaitu teknik sochletasi. Metode sokhletasi digunakan dalam proses ekstraksi ini karena memiliki beberapa keuntungan seperti siklus pelarut berlangsung secara kontinu sehingga pelarut yang digunakan bisa lebih terbatas dan menghasilkan trimiristin yang optimum, dapat digunakan dalam sampel yang terbatas dan proses ekstraksinya epat. Zat yang akan diekstrak (trimiristin) merupakan suatu ester yang tahan terhadap pemanasan sehingga metode soxhletasi dipandang sebagai metode yang tepat dalam isolasinya.

Percobaan ini diawali dengan penyiapan serbuk biji buah pala halus sebanyak 40 gr setelah dilakukan penimbangan serbuk ini dibungkus terlebih dahulu sebelum dimasukkan dalam soxhlet. Pembungkusan ini bertujuanagar serbuk tidak menghambat sirkulasi pada saat soxhletasi. Pelarut yang digunakan pada ekstraksi ini yaitu n-hexan. Hal ini didasarkan pada sifat trimiristin yang merupakan senyawa nonpolar sehingga untuk melarutkannya diperlukan pelarut yang juga bersifat nonpolar yaitu n-hexan. Setelah itu dilakukan pemanasan alat soxhlet. Setelah semua alat dipasang, dilakuan pemanasan dengan menggunakan mantel listrik. Sebelumnya labu yang berada pada alat sokhlet ditambahkan batu didih terlebih dahulu. Penambahan batu didih ini bertujuan agar panas pada keseluruhan labu dapat tersebar merata, sehingga apabila terjadi kenaikan suhu tidak terjadi loncatan cairan panas, juga untuk mengurangi letupan sehingga labu tidak meledak. Selama proses ekstraksi ini terjadi 5 kali sirkulasi, dimana pelarut yang dipanaskan akan menguap, melewati tiap sirkulasi, dan turun kembali menyari serbuk pala. Hal ini berlangsung secara kontinu.

Berikut warna larutan yang dihasilkan pada masing-masing sirkulasi :

    • Sirkulasi I warna kuning muda

    • Sirkulasi II warna kuning tua

    • Sirkulasi III warna kuning tua

    • Sirkulasi IV warna kuning muda

    • Sirkulasi V warna kuning


Pada sirkulasi I larutan yang dihasilkan berwarna kuning muda. Warna ini kemudian akan digunakan untuk membandingkan warna dan banyaknya eksudat trimiristin yang tersari pada sirkulasi berikutnya. Pada sirkulasi pertama ini serbuk pala dilewati pelarut/dibasahi untuk pertama kalinya, sehingga proses ini mengakibatkan terbukannya vakuola sel pada serbuk pala. Pada proses ini jumlah eksudat trimiristin yang terekstrasi masih dalam jumlah kecil. Hal ini dapat dilihat dari warna larutan yang diperoleh.

Pada sirkulasi II dan III larutan yang dihasilkan berwarna kuning tua. Hal ini menunjukkan eksudat trimiristin pada serbuk pala telah mulai keluar dalam jumlah yang banyak. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kepekatan warna larutan jika dibandingkan dengan warna larutan dari sirkulasi lain (I, IV dan V).

Pada sirkulasi IV, warna larutan yang diperoleh yaitu kuning muda. Menurunnya tingkat kepekatan larutan pada sirkulasi IX ini disebabkan karena eksudat trimiristin yang terdapat pada sebuk pala mulai berkurang. Selanjutnya pada sirkulasi V warna larutan menjadi semakin bening yang menandakan telah habisnya eksudat trimiristin pada serbuk pala yang diujikan.

Pada akhir proses sokhletasi diperoleh ekstrak trimiristin yang berwarna kuning muda. Namun ekstrak yang diperoleh ini belum murni karena masih bercampur dengan pelarut n-heksan. Agar diperoleh trimiristin murni, pelarut n-heksan ini harus dipisahkan dari ekstrak. Untuk memisahkan trimiristin dengan pelarutnya dilakukan destilasi selama kurang lebih 1 jam. Prinsip dari pemisahan ini didasarkan pada perbedaan titik didih antara zat terlarut dengan pelarutnya. Dalam hal ini n-hexan sebagai pelarut memiliki titik didih yang lebih rendah dibandingkan dengan trimiristin. Titik didih n-heksan berkisar pada suhu 66º-68ºC. Larutan yang diperoleh dari proses sokhletasi dipanaskan pada kisaran suhu ini agar pelarut yang bercampur dapat menguap hingga menetes pada erlenmeyer yang disiapkan pada ujung alat destilasi. Ini dilakukan sampai seluruh pelarut menguap, yang ditandai dengan terhentinya tetesan pada erlenmeyer. Pelarut yang diperoleh ditampung pada tempatnya sehingga dapat digunakan untuk percobaan lain. Trimiristin yang diperoleh dikeluarkan dari alat destilasi, ditampung dalam erlenmeyer ekstrak trimiristin ini kemudian ditambahkan aseton secukupnya diperoleh filtrat hasil destilasi warna orange kecoklatan. Penghabluran dengan aseton ini bertujuan untuk mengendapkan trimiristin dan mengikat pengotor-pengotor yang tidak diinginkan. Pemilihan pelarut yang digunakan sebagai penghablur disini haruslah memiliki sifat tidak melarutkan trimiristin itu sendiri. Kecepatan penguapan juga harus menjadi pertimbangan dalam memilih pelarut. Pemilihan aseton sebagai penghablur didasarkan pada sifat aseton yang semipolar sehingga dapat melarutkan trimiristin dalam keadaan panas dan menghasilkan kristal kembali setelah pendinginan. Selain itu aseton mudah menguap pada suhu kamar, memiliki kemampuan mengikat pengotor, serta dapat melarutkan zat-zat organik lain yang terdapat pada trimiristin sehingga ikut menguap bersama aseton. Penghabluran ini berlangsung selama 3 hari, dibiarkan pada suhu kamar. Terbentuk hablur berwarna kuning muda lembek, berbau pala. Karena waktu penghabluran yang sempit, pada hasil yang diperoleh masih terdapat sisa aseton yang bercampur kristal kuning (trimiristin). Penggunaan aseton yang berlebih juga ikut memberi andil pada hasil yang diperoleh. Agar diperoleh bagian kristal trimiristin saja, dilakukan penyaringan hasil menggunakan kertas saring. Bagian sisa aseton (cair) dibuang, bagian kristal trimiristin diambil kemudian ditumbang dan ditentukan titik lelehnya.

Berat kristal diperoleh dengan :

Berat petridish + kertas saring = 49,19 gr

Berat petridish + kertas saring + kristal = 65,15 gr

Berat kristal = (berat petridish + kerts saring + kristal) – (berat petridish + kertas

saring)

= 65,15 gr – 49,19 gr

= 15,96 gr

Berdasarkan perhitungan diatas dapat ditentukan persentase hasil (kandungan trimiristin dalam serbuk biji buah pala) sebagai berikut :

Persentase hasil =

=

= 39,9%

Titik leleh diukur dengan memasukkan trimiristin hasil isolasi ke dalam pipa kapiler. Dilakukan pembacaan suhu saat mulai melebur sampai melebur sempurna. Diperoleh titik leleh trimiristin 58º-60ºC. jarak titik leleh yang sempit menunjukkan tingkat kemurnian trimiristin hasil isolasi.





Custom Search
 
task